Baca Artikel

MENGHADAPI PEMERINTAHAN BAYANGAN (PASCA PILKADA SERENTAK)

Oleh : | 19 Januari 2017 | Dibaca : 6908 Pengunjung

 Oleh : I Gusti Ngurah Suwetha *

1.    Pendahuluan

Pilkada serentak 2015 telah berlalu, dan  sudah melahirkan   pemimpin pemerintahan baru, utamanya di jajaran pemerintahan daerah, dan sekarang kita siap-siap menyongsong pilkada serentak 2017 dalam waktu dekat. Sejalan dengan berakhirnya pilkada itu pula terjadi perubahan paradigma di struktur pemerintahan, (terutama di pemerintahan daerah).  Betapa tidak setiap pergantian pimpinan pemerintahan selalu disertai pergantian di birokrasi. Hal ini tidak mengherankan, para aparat birokrasi, selalu diliputi oleh perasaan was-was dan gundah gulana, di dalam menunaikan tugas dan kewajibannya selaku birokrat, dengan beraneka ragam asumsi, seperti halnya ; “ke mana saya akan digeser,?” apakah saya masih tetap menjabat ?, dan sebagainya-dan sebagainya. Dalam hal ini penulis bukannya memfonis para birokrat takut untuk dimutasi atau digeser, persoalannya adalah pada penyusunan program berikutnya. Karena sejalam dengan pergantian pimpinan, dengan sendirinya akan mempengaruhi pula kegiatan/program kerja, oleh karena lain pimpinan lain pula idenya. (atau sering diistilahkan lain coky lain pula masakannya). Jadi intinya para birokrat, (utamanya Kepala SKPD), ketar-ketir  dan pasrah ketika terjadi pergantian pimpinan pemerintahan di daerah, sehingga akan mempengaruhi kinerja mereka.

            Ini tidak mengherankan, oleh karena start awal yang dilakukan oleh pimpinan pemerintahan terpilih adalah merombak jajaran birokrasi, geser sana, geser sini, sesuai dengan seleranya,  dan yang paling menarik adalah, penempatan pejabatnya tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh perasonil yang bersangkutan. Bukannya start awal yang dilakukan, adalah melakukan dan memberikan jawaban atas janji-janji kampanyenya, atau mengaplikasikan visi dan misi yang meraka usung ketika berkampanye pemilihan Kepala Daerah waktu yang lalu. Aneh tapi nyata justru langkah awal yang dilakukan justru merombak birokrasi tanpa memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh aparat birokratnya. banyak para birokrat berkeluh kesah dampak dari perombakan birokrasi yang dilakukan oleh pimpinan pemerintahan terpilih. Malah khabar yang tidak mengenakkan kita dengar akhir-akhir ini, ada sampai dipatok sejumlah uang untuk bisa menduduki suatu jabatan tertentu. (Ingat kasus Bupati Klaten, yang terkena OTT.oleh KPK).

            Namun apa daya, itu adalah kewenangan pimpinan, dan itu dilakukan sah-sah saja, sepanjang perombakan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh aparat birokrat yang ada pada jajaran birokrasi itu sendiri. Sebagai birokrat sejati mau tidak mau, siap tidak siap, dituntut kerelaannya untuk siap dan mau menerima realita itu, dengan tulus, legowo, dan tepo seliro, siap ditempatkan di mana saja, sesuai dengan pernyataan yang dibuat, ketika mulai diangkat menjadi PNS. Masih ingatkah dengan komitmen itu … ?

2. Pemerintahan Bayangan.

           Pemerintahan bayangan di Indonesia, santer muncul adalah pasca reformasi. Mungkin banyak yang bertanya, apa sih yang dimaksud pemerintahan bayangan ?, Hal ini mungkin peristilahan baru dalam persepektif  Ilmu Pemerintahan/Administrasi Negara. Baiklah penulis akan mencoba mengutip  pandangan tentang istilah dari pemerintahan bayangan itu sendiri. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas menyebutkan ;

Istilah pemerintahan bayangan (disebut juga kriptokrasi) di luar makna partai politikbisa mengacu pada sesuatu yang kadang disebut "pemerintahan rahasia" atau "pemerintahan tak terlihat". Ide ini didasarkan pada pernyataan bahwa kekuasaan politik yang sejati dan aktual tidak dimiliki oleh perwakilan yang dipilih masyarakat (misalnya Kongres Amerika Serikat), melainkan orang-orang yang memegang kekuasaan di balik layar di luar institusi demokratis. Menurut kepercayaan ini, pemerintahan yang terpilih secara resmi sebenarnya hanya kaki tangan pemerintahan bayangan yang merupakan pelaksana kekuasaan eksekutif yang sejati (Wikipedia bahasa Indonesia, didownloud,tgl 5-12-2016).

            Menyimak pengertian tersebut, bahwa pemerintahan  bayangan itu merupakan pemerintahan yang berada di luar system, mengatur jalannya pemerintahan dari balik layar, namun sangat mempengaruhi system itu sendiri, terutama di dalam memberikan masukan/informasi yang berkenaan dengan pemerintahan kepada pemerintah, malah lebih kenceng, dari kekuasaan pemerintahan yang legal, apapun yang disampaikan oleh pemerintahan bayangan ini selalu mendapat perhatian dan diperioritaskan oleh pemerintah. Seolah-olah pemerintahan dikendalikan oleh pemerintahan bayangan ini. Di Indonesia hal ini sangat kelihatan eksitensinya pasca reformasi. Tim sukses yang diperankan oleh kandidat ketika proses pilkada, merasa sangat berjasa terpilihnya calon yang diusung, sehingga begitu calon unggulannya meraih kemenangan,  maka “Tim Ses” (Tim Sukses)  inilah yang berjaya, sehingga sangat dominan pengaruhnya kepada kepala daerah terpilih, pengaruh yang dimaksud mencakup seluruh aktifitas pemerintahan, maka muncullah istilah pemerintah bayangan.

            Jika pengaruh dari kelompok pemerintah bayangan ini mempengaruhi terhadap visi dan misi yang diusung oleh kandidat terpilih, maka jelas itu akan membawa dampak yang positif dalam tata kelola pemerintahan. Namun jika pengaruh pemerintah bayangan itu hanya bisanya mengobok-obok para birokratnya, yang dilandasi oleh rasa senang dan tidak senang kepada para birokrat sebelumnya,  maka itu kurang cantiklah …rakyat tidak yang begitu yang diinginkan. Yang menjadi keinginan masyarakat, adalah terpenuhinya hak-hak kebutuhan masyarakat, dan sebagainya.

3. Profesionalisme Birokrasi.

          Menghadapi era kesejagatan ini, birokrasi hendaknya mampu merubah sikap untuk mampu dan bisa menumbuhkan daya saing, oleh karena tuntutan publik terhadap pelayanan birokrat, dituntut adanya variasi dan inovasi yang berdaya saing menjadi trend dalam era kesejagatan ini. Budaya  “nak mula uli imalu keto”  (dari dahulu memang begitu), hendaknya ditinggalkan, dan birokrat harus inovatif dan variatif di dalam bertugas dan  memberikan pelayanan kepada masyarakat.Tampil simpatik dan jauh dari sikap arogan, tentu akan mempunyai nilai lebih di hati masyarakat, dan akan mendapat simpati dari masyarakat.

            Berkenaan dengan hal tersebut birokrat (utamanya para pejabat pemerintahan), harus selalu mempunyai motivasi yang tinggi untuk berkinerja, memupuk rasa disiplin, taat pada peraturan dan perundang-undangan, serta menghindari dari indikasi korupsi, tentu birokrat yang demikian akan mendapat tempat di hati masyarakat. Sehingga tindakan apapun yang dilakukan oleh pimpinan akibat pengaruh dari pemerintah bayangan tadi, hendaknya dihadapi dengan tabah arif  bijaksana, sehingga masyarakat akan bisa menilai mana pejabat sejati, dan mana pejabat karbitan. Oleh karena sikap yang dilakukan oleh pemerintahan bayangan, ada dua balasan yang dijalankan, yaitu “balas jasa” dan “balas dendam”. Balas jasa diberikan kepada mereka yang sealiran,sepaham, atau paling tidak manut-manut, walaupun kinerjanya rendah,  kayak “kacung” dan menjadi kaki tangan kelompok penguasa. Sedang balas dendam diberikan  kepada mereka yang kontra dengan penguasa, walau sebaik apapun prestasi kerjanya, tidak ada tempat pada  kelompok penguasa. Mereka harus “out” dari kelompok yang sedang berkuasa. Pengaruh pemerintah bayangan inilah yang memberi inspirasi/masukan kepada pejabat yang berkuasa. Sebagai birokrat sejati, tunjukkanlah keprofesionalisme Sdr. di dalam melaksanakan tugas sehari-hari, taati peraturan perundang-undangan yang berlaku, jangan ngoyo, jangan putus asa, di manapun Sdr. ditugaskan, bahkan di “nonjob”kanpun  sekalipun Sdr tetap tegar, sebab itu hanya sesaat, ganti pimpinan pemerintahan, maka akan berganti pulalah susunan birokrasi itu.

            Menurut pasal 233 UU.Nomor : 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah antara lain menyebutkan : (1). Pegawai aparatur sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 208 ayat (2) yang menduduki jabatan kepala Perangkat Daerah harus memenuhi syarat : a. tekhnis; b.manajerial, dan c. social kultural. Selanjutnya dalam ayat (2), menyebutkan : Selain memenuhi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pegawai aparatur sipil negara yang menduduki jabatan kepala Perangkat Daerah harus memenuhi kompetensi pemerintahan. Kemudian mari kita lihat penjelasan dari pasal ini menyebutkan : “Yang dimaksud dengan “kompetensi pemerintahan”,antara lain mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terkait dengan kebijakan Desentralisasi, hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah, pemerintahan umum, pengelolaan keuangan Daerah, Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, hubungan Pemerintah Daerah dengan DPRD.dan etika pemerintahan. Kompetensi pemerintahan dibuktikan dengan sertifikasi”.

          Menyimak amanat UU.ini sebenarnya sudah jelas dan tegas aturannya untuk mendudukkan seseorang pada suatu jabatan, sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Namun sekali lagi penulis menekankan, bahwa pengaruh pemerintah bayangan ini sangat deras dan kenceng tekanannya, sehingga pemerintah yang sah lemah menentukan sikapnya, untuk mengacu pada ketentuan-ketentuan yang benar, dan mengikuti arus pemerintah bayangan itu. Ambil saja sebagai contoh. Mendudukan seorang Camat misalnya pejabat yang ditunjuk bukan berlater belakang “Pamong Praja”, atau menempatkan seorang pejabat di keuangan, bukan berlatar belakang akademik “keuangan/aconting” yang mendukung jabatannya, atau menempat seorang pejabat pada Biro Hukum/Bagian Hukum,bukan berlatar belakang hukum. Begitulah derasnya tekanan pemerintah bayangan yang terjadi selama ini, menempatkan pejabat birokrasi kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan kompetensinya, dan malah ada jabatan yang diperjualbelikan.

           

4.    Kesimpulan.

Pada bagian akhir dari artikel ini, maka penulis dapat memberi kesimpulan sebagai berikut :

(1). Bahwa setelah Pemilukada serentak nanti, apakah di Kabupayten/Kota, maupun di Provinsi, dikhawatirkan akan muncul pemerintah bayangan, yang akan sangat memberikan masukan, aspirasi, pengaruh kepada pemerintahan yang sebenarnya, sehingga akan mempengaruhi kinerja para birokratnya ;

(2). Profesionalisme birokrasi sebagaimana dituntut dan diamanatkan oleh Undang-Undang 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dan UU.No.23/2014 tentanag Pemerintahan Daerah tidak kelihatan, akibat penempatan seseorang dalam jabatan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh ASN yang bersangkutan. 

(3). Kinerja birokrasi, (sebagian) kurang bergairah dan  akan menimbulkan kenerja rendah, sehingga berpengaruh pada kualitas pelayanan public ;

 

Medio Januari 2017.

*) Penulis, adalah Dosen Tetap padaIPDN.

Kampus NTB.

 

 

           



Artikel Lainnya :

Lihat Arsip Artikel Lainnya :

 



Galeri
Banner
Kritik Saran

I Komang Karyana

2021-01-27 11:13:04

Area Blankspot

Selengkapnya...

Rizki Aryawan

2018-04-05 10:40:30

Jalan Amblas

Selengkapnya...

Yoga Aryawan

2018-03-08 11:09:08

Beasiswa

Selengkapnya...
Polling
Bagaimana Penilaian Anda Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pemkab Karangasem?
Statistik

Total Pengunjung Hari Ini : 217

Total Pengunjung : 2180964

Pengunjung Online: 5

Pengunjung Tahun 2019: 107326

Pengunjung Tahun 2020: 144390

Pengunjung Tahun 2021: 404435

Pengunjung Tahun 2022: 375592

Pengunjung Tahun 2023: 248675