Oleh : | 16 Februari 2020 | Dibaca : 1596 Pengunjung
Penyair/sastrawan besar, Nyoman Tusthi Eddy telah tutup usia tanggal 17 Januari 2020 lalu. Meski beliau telah meninggalkan kita selamanya, namun karya besarnya tak-kan tertutup oleh usia, masih dapat dinikmati dan dilanjutkan oleh generasinya sebagai jejak refrensi bidang literasi sastra.
Sebagai seorang yang penulis dekat dengan Nyoman Tusthi, kebetulan sama-sama penghobi literasi sastra dan jurnalistik, aktiv di media massa cetak, juga pernah satu sekolah sebagai guru di SLUA Saraswati Amlapura, serta tinggal dekat satu kota di Amlapura, banyak kisah-kisah perjalanan pengalaman kepenulisan almarhum “sang guru” yang menarik penulis rekam langsung dan catatan kecil biografi kecil didapatkan darinya, dapat dijadikan refrensi pengembangan dunia literasi.
Puluhan karya sastranya telah lahir dari kegelisahan jiwan literasinya, membawa namanya melambung tidak saja ditingkat daerah dan nasional, bahkan cakupannya hingga internasional.
Guratan imajinasinya tertuang dalam ratusan karya bentuk puisi bahasa Indonesia/Bali, cerpen bahasa Indonesia/Bali, essai sastra/agama, menulis buku, resensi, serta menjadi narasumber seminar-seminar sastra.
Memiliki Empat Ribuan Koleksi Buku
Karena gilanya Pak Tusthi, demikian penulis biasaa menyapa namanya, di bidang bersastra dan baca buku, tak heran kalau dirumah tempat tinggalnya sekarang di Jalan Ngurah Rai Amlapura, Gang Merpati7, berdiri sebuah ruangan khusus perpustakaan menyatu dengan rumahnya. Ribuan jenis koleksi buku sastra maupun non sastra tertata rapi di rak menjadi saksi bisu sosok Tusthi Eddy menjadi tokoh kepustakawanan, sastra Indonesia dan sastra Bali modern. Jumlah koleksi bukunya relatif besar hingga mencapai 4.020 judul.
Karya sastranya telah dimuat di puluhan media massa cetak daerah dan nasional. Menerjemahkan karya sastra berbahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan bahasa Bali. Tulisan dipublikasikan di media lokal, nasional dan luar negeri a.l. Bali Post, Suara Karya, Kompas, Horizon, Basis, Zaman, Suara Pembaruan, Pikiran Rakyat, Bahana (Brunei Darussalam).
Diajang internasional, Tusthi, pernah menjadi informan sastra dan kebudayaan, yakni Ashley Pettus, New York, USA, 1987,Margaret Bomberger, Boston, USA, 1995danMaya Suteja, Leiden, Nederland, 1996. Enam buah karya sastranya diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, yakni “SungaiMu”, “Penyabit Rumput”, “Penyapu Halaman Pura”, “Tari Cak Tengah Malam”, “Pelayaran di Lautan Sukma” dan “Mantra Kupu-kupu”. Karena itu, tak pelak puluhan piagam penghargaan daerah, nasional dan internasional disandangnya Tusthi Eddy.
Di dunia pendidikan formal, Tusthi pernah mengabdi puluhan tahun menjadi guru dan Kepala Sekolah di SMEA (SMK) Saraswati Amlapura (1974-1978), Kepala SLUA (SMA)Saraswati Amlapura (1979-2005), dan sampai akhir ayatnya, masih berstatus sebagai pengurus Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati Amlapura.
Banyak anak didiknya yang sekolah di Saraswati sukses ikut jejaknya sebagai penggiat sastra, diantaranya almarhum I Wayan Arthawa, Komang Berata, Dewi Kumayra, Ketut Puriasih, Wayan Widiana, dan pegiat sastra lainya.
Pemikiran sastra Tusthi yang mumpuni, sering dijadikan rujukan dan teman diskusi oleh pegiat sastra di Karangasem, diantaranya I Dewa Nyoman Raka Kusuma, Ida Bagus Wayan Keniten, Gde Pudanarya, Wayan Arthawa (alm), Wayan Paing dan lainnya.
Ada yang menarik, sungguh ironis dari perjalanan literasi sastranya Tusthi Eddy, sampai ajalnya menjemput, satupun dari anak dan cucunya tidak memiliki hobi bersastra. “Saya tidak mau memaksakan anak menyalurkan hobinya bersastra”, kata Tusthi kepada penulis dalam suatu kesempatan semasih hidup.
Dia lahir di Dusun Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali, 12 Desember 1945, Tusthi Eddyanak ke-3 dari lima bersaudara. Pada usianya ke-33 tahun, diamenyunting menikahi gadis pujaaannya,Ni Nengah Wijani, kelahiran Amlapura yang saat itu kebetulan satu sekolah mengajar di SLUB (SMP) Saraswati Amlapura. Dari pernikahannya telah dikaruniai limaorang anak, empat laki dan 1 perempuan, 7 orang cucu, dan dua orang cicit.
Sukses Berawal dari Baca Majalah Anak “Si Kuncung” dan Sakit Gigi
Kilas balik sejarah dunia sastra yang digeluti Tusthi Eddy, diawali dari tahun 1959 saat mulai duduk dibangku SMPN Karangasem (kini SMPN 1 Amlapura). Saat masih sekolah, Tusthi kecil terpaksa tinggal kos di Kota Amlapura, karena dari rumahnya di desa sangat jauh menuju Amlapura, dan jarang ada kendaraan umum.
Awal kisah ceriteranya sukses menekuni sastra, tutur Tusthi Eddy, ibu kosnya seorang guru sekolah, pada suatu hari dirinya diberi majalah anak-anak “Si Kuncung”. Pesan ibu guru kepada dirinya, agar membaca sebagai selingan belajar. Lama kelamaan dirinya senang membaca “Si Kuncung”. Akhirnya keranjingan membaca, setiap malam minggu semalam membaca ‘Si Kuncung”. Lanjut kegemarannya membaca yang tinggi terus tumbuh, hingga usianya sudah mencapai kepala tujuh, dia setiap hari membaca minimal 60 menit sehari, kecuali sakit serius, tiada hari tanpa membaca.
Ketika duduk di kelas II SMP, Tusthi Eddy dikenalkan oleh kepala sekolahnya tentang buku-buku cerita. Siswa dianjurkan membaca dengan jalan meminjam melalui guru bahasa Indonesia. Karena coverluar buku-buku itu bagus, diasegera meminjam tanpa memilih judulnya. Kebetulan ceritanya menarik,sehingga berselang tigahari,dia telah meminjam buku lagi. Tapi,Tusthisama sekali belum tahu makna dan fungsi gemar membaca, karena tidak pernah diberitahu oleh gurunya. Kegemaran Tusthimembaca meningkat ketikasudah duduk di SMA. Hal ini sebagai hasil imbas gurunya yang mengajarkan bahasa Indonesia.
Setamat dari SMAN Karangasem (kini SMAN 1 Amlapura) tahun 1965, Tusthi melanjutkan kuliah di Fakutas Keguruan Ilmu Pendidikan Singaraja (kini Undiksha). Dari bangku kuliah pada semestra III, dirinya mulai sadar pentingnya banyak membaca.
Tak kalah menariknya, Tusthi Eddy pernah ceritera kepada penulis,ia pernah menderita sakit gigi dan harus dirawat agak lama. Dokter yang merawat seorang dokter Tionghoa bernama Halim Indrakusuma. Oleh dokter, dia dicarikan tempat kos dekat dengan rumahnya. Suatu hari tanpa nyana, katanyaTusthi,dikunjungi oleh dokter di tempat kosnya,melihat dan membuka-buka bukunya di atas mejanya. Sebelum dokter itu pergi,sang doktermengatakan bahwa diamahasiswa miskin bacaan. Doktermenyuruh dialebih banyak membaca buku.
Lanjut kata Tusthi, berselang beberapa hari sang dokter itu datang dengan membawa sejumlah buku. Sejak itu diamulai membenahi buku-bukumiliknya, dan setiap hari membaca buku yang ia paling sukai. Sesanti dari dokteritu“dengan gemar membaca kita bisa keliling dunia tanpa beranjak dari tempat duduk kita”.Dari motivasi dokter, Tusthi pun mulaiberlangganan tiga majalah nasional yaitu Intisari, Warnasari dan Ragi Buana.
Tahun 1971 setamat kuliah dari Singaraja bergelar sarjana muda (BA), Tusthi pulangke Karangasem dengan membawa 185 judul buku dan 50 jilid majalah.Ketika iasudah bekerja, diamenyewa dua kamar,satu untuk kamar tidur, dan satu lagi untuk kamar buku. Di kamar inilah Tusthisetiap hari membaca dan menulis.Kadang-kadang jika malam Minggu baca buku sampai larut malam,pukul1 dini hari. Tahun 1980-an iasudah menjadi seorang blibliomaniak(gila buku).
Pesan Bijak agar Menyukai Membaca
Beberapa pesan Tusthi Eddy yang dikutif dari biografinya. Dari mana kita mulai untuk menyukai membaca? Mulailah mencari bacaan yang menarik di koran, dan setelah dibaca dikliping. Lakukan hal ini secara kontinyu.Carilah buku yang menarik dengan penyajian yang sederhana. Dengan begitu,membaca dapatmemperoleh pengetahuan sekaligus hiburan. Membaca buku ilmiah tidak mesti mengerutkan dahi.Carilah jawaban masalah di sekitarkitadalam bacaan. Dengan demikian,untuk menjawabnyaharus mencari buku atau artikel di majalah, dan membacanya.Jika kita sudah memiliki bacaan kesenangan, luangkanlah waktu 30 menit dalam sehari untuk membaca. Hal ini dilakukan agar membaca dan bacaan menjadi “candu”. Kecanduan membaca dan bacaan jelas lebih baik dan lebih bermanfaat dari kecanduan narkoba.
Terkait dengan mencintai buku dan budayakan buku, Tusthi berpesan, kalau Anda sudah membuat kliping, simpan dan peliharalah kliping itu. Sewaktu-waktu Anda bisa baca kembali bila diperlukan.Sisihkan sedikit uang saku dan uang pulsa untuk membeli buku. Tahap awal belilah buku yang kamu senangi. Setelah selesai dibaca simpan baik-baik, jangan diloakkan(dijual murah). Lama-lama Anda akan punya perpustakaan pribadi.Kalau teman ada merayakan ulang tahun atau kawin hadiahilah sebuah buku yang sesuai dengan situasi.Ajaklah teman-teman Anda yang sudah cinta buku untuk membentuk arisan buku, dengan besar uang arisan sesuai kemampuan dan jumlah anggota kelompok. Dengan demikian kita dapat mengoleksi buku pelan-pelan tapi kontinyu.
Pesan bijak Tusthi, agar kita menjadi bangsa yang cerdas. Bangsa yang cerdas akan mampu mengelola hidup pribadi dan negaranya dengan baik. Hanya dengan kecerdasan revolusi mental bisa dilaksanakan.Dengan membaca kita hanya memperoleh keuntungan, tak pernah menderita kerugian.
Tidak banyak orang tahu, Tusthi remaja, bukan saja hobi menekuni dunia sastra, dia juga berpretasi tingkat nasional bidang olahraga,pernah meraih juara III loncat jauh dalam Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI) tingkat nasional di Surabaya mewakili Bali tahun 1965, dengan prestasi lompatan 6 m, 21 cm.
Judul puisi “Kremasi Tengah Hari” karya Tusthi tahun 1980 mejadikan dirinya kini menuju alam sunia loka.
KREMASI TENGAH HARI
Ujung rambut mentari
menetaskan panas
di mata menara api
diujung bajra
mantra menetaskan gita
Tangan pendeta
Mengayam AUM dengan genta
ANG UNG MANG
Kembang-kembang ditayang tembang
Ning genta, NING budi, NING indra
Ning melepas dunia
AUM AUM AUM darah maya
AUM AUM AUM titi hati amerta
AUM AUM AUM titi pelangi suralaya
Bukalah gerbang tunggalmu
sang teguh jiwa
usai sudah menempuh lalang baja
darah putihmu
terkulum madu bunga
membakar binasa akar-akar durinya
pulang Atman-pulang sukma
NING sunyi NING sunyi Sunyata
NING genta hulu sukma
Ujung bajra
Mukiman roh IBU dan BAPA
1988
Selamat jalan Pak Tusthi, Amor Ing Acyntia, karya besarmu takkan tertutup oleh usia.
Karya sastraI Nyoman Tusthi Eddy:
(I Komang Pasek Antara/Pustakawan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Karangasem)
Nyoman Gani Tekuni Hobi Jadi Peluang Usaha Kuliner Khas Bali
224Ketut “Macan” Mudia Pensiunan Mayor TNI Kini Geluti Ternak Lele
160Perilaku Orangtua yang Keliru Dapat Tingkatkan Angka Stunting
269Pembukaan Pameran Potensi Hasil Pembangunan dan Kuliner Rangkaian HUT RI ke -78
217Serupa Tapi Tak Sama, Kenali Beda Stunting dan Gizi Buruk
2021-01-27 11:13:04
Area Blankspot
Selengkapnya...2018-04-05 10:40:30
Jalan Amblas
Selengkapnya...2018-03-08 11:09:08
Beasiswa
Selengkapnya...
Total Pengunjung Hari Ini : 230
Total Pengunjung : 1909353
Pengunjung Online: 17
Pengunjung Tahun 2019: 107326
Pengunjung Tahun 2020: 144390
Pengunjung Tahun 2021: 404435
Pengunjung Tahun 2022: 375592
Pengunjung Tahun 2023: 248675