Baca Artikel

Ekalaya

Oleh : karangasemkab | 14 Januari 2013 | Dibaca : 1353 Pengunjung

Oleh: IDK Raka Kusuma

 

Dengan penuh harap Ekalaya melangkahkan kaki ke Astina Pura. Tujuannya menemui Drona. Ketika kakinya menapak tanah Astina Pura hatinya berbunga– bunga. Sebab dalam angannya tebersit bayangan, ia diterima jadi siswa Drona.Saat melihat Drona tengah mengajar kesatria Pandawa dan Kurawa, hati Ekalaya makin berbunga–bunga. Lebih saat menyaksikan dari dekat betapa hebat Drona sebagai guru.

Sadar dirinya sebagai tamu, Ekalaya menunggu sampai jam mengajar Drona tuntas. Ketika Drona menyatakan pelajaran usai, ketika para satria Pandawa dan Kurawa membubarkan diri, Ekalaya pun serta merta menghadap Drona.”Siapakah engkau wahai satria?” Drona bertanya mendahului Ekalaya yang hendak meperkenalkan dirinya.

”Saya Ekalaya”, dengan suara pelan ia menyebut namanya setelah menghormat dengan menundukkan badan.”Apa tujuan kedatanganmu wahai Ekalaya?” tanya Drona.’Hamba ingin menjadi siswa paduka, jawab Ekalaya. Suaranya pelan tapi mantap terdengar.”Ekalaya aku tak bisa menerimamu.’’Kenapa guru?””karena aku terlanjur menyanggupi mengajar para ksatria Kurawa dan Pandawa sampai mereka betul – betul mampu menyerap semua ilmu yang kumiliki, sampai mereka mampu menerapkan dalam segala keadaan.

”Apakah itu berarti kedatanganku terlambat guru?””Tidak.””Mohon guru memberi penjelasan.””Sebagai guru aku ingin memberi contoh.”“Contoh apa guru?”“Contoh tidak mengingkari kata sanggup yang pernah ku utarakan. Dan contoh tidak mendua hati.”“Mendua hati bagaimana guru? Sudikah guru menjelaskan?”“Apabila aku menerima engkau sebagai muridku, berarti bukan satu pihak yang aku ajar. Tetapi dua pihak. Para Pandawa, Kurawa dan engkau sendiri. Tidakkah ini berarti aku sudah mendua hati? Bagaimana aku bisa memusatkan hati dan pikiran dalam mengajar jika yang aku pikirkan dua?”

Diam sejenak. Sesudah menghela nafas panjang Drona berkata lagi, ”sebagai guru aku khawatir, dengan mendua hati ke dua–duanya tak bisa kujadikan siswa cerdas dan mampu.Sebenarnya Ekalaya ingin mendebat ucapan Drona dengan, ”Bukankah guru bisa membagi waktu?” tapi tak jadi dilakukan. Ekalaya tahu, dari berita yang didengarnya tentang Drona. Sekali berkata tidak, tawar – menawar tak berlaku baginya. Maka, selain mohon diri, tak ada lagi yang Ekalaya lakukan.

Sedihkah Ekalaya? Kecewakah? Tidak minat berguru pada Drona tetap akan ia lakukan. Bukan berguru langsung. Tapi berguru pada patung Drona. ” bukankah patung guru Drona wujud beliau dalam bentuk lain?” begitu Ekalya berkata di hati seraya membajakan tekadnya.Sejak itu, dengan suntuk Ekalya belajar. Tanpa lelah ia mengevaluai diri. Juga melakukan perbaikan pada kesalahan yang ia lakukan dalam belajar itu. Hasilnya? Luar biasa. Bahkan melebihi kepandaian Arjuna.

Apa yang bisa dipetik dari cerita sederhana di atas?Jawaban Drona menyiratkan, sebagai guru Drona tak goyah oleh sodoran tawaran baru. Tak pula tergiur. Juga, tak berminat mengkhianati tempat di mana lebih dulu ia bekerja. Dan, Drona tak mengingkari prinsip: tetap mengutamakan tempat bekerja pertama tempat yang memberinya kehidupan pertama pula. Dus memberi kelangsungan kehidupan untuk hidup selanjutnya.

Bisakah dikatakan Drona menampik material? Bukankah tak mustahil sodoran baru dipastikan tak lepas dari sesuatu. Dan, sesuatu adalah honor. Dan honor itu adalah material? Tidak demikian. Agaknya, Drona lebih mengutamakan profesionalisme dalam melaksanakan tugas. Dan ini sah.Sikap Ekalya menyiratkan, guru tetap utama. Tetapi, menuntut ilmu. Tidak harus didampingi guru. Tidak harus dan tidak mutlak melalui interaksi atau tatap muka. Belajar sendiri pun tak kalah hasilnya. Otodidak pun bisa memberi hasil luar biasa.

Fakta membuktikan, tidak sedikit yang otodidak berhasil melebihi mereka yang duduk di bangku sekolah atau kuliah. Keberhasilan yang diraih oleh para otodidak ini, jelas bukan melalui jalan pintas. Bukan pula menghalalkan segala cara agar keberhasilan cepat diraih.Siratan lain dari sikap Ekalaya: jalan awal meraih keberhasilan adalah minat dan tekad membaja. Minat dan tekad yang tak pernah patah oleh kegagalan demi kegagalan yang menghadang. Minat dan tekad yang terus bergelora dan bergelora. Bagai ombak samudera yang tak pernah surut menggempur pantai sepanjang masa!



Artikel Lainnya :

Lihat Arsip Artikel Lainnya :

 



Galeri
Banner
Kritik Saran

I Komang Karyana

2021-01-27 11:13:04

Area Blankspot

Selengkapnya...

Rizki Aryawan

2018-04-05 10:40:30

Jalan Amblas

Selengkapnya...

Yoga Aryawan

2018-03-08 11:09:08

Beasiswa

Selengkapnya...
Polling
Bagaimana Penilaian Anda Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pemkab Karangasem?
Statistik

Total Pengunjung Hari Ini : 495

Total Pengunjung : 1915317

Pengunjung Online: 18

Pengunjung Tahun 2019: 107326

Pengunjung Tahun 2020: 144390

Pengunjung Tahun 2021: 404435

Pengunjung Tahun 2022: 375592

Pengunjung Tahun 2023: 248675